#30DaysWritingChallenge #Day5
Masa kecil ayah dan ibu saya berada dalam satu kecamatan, satu kelurahan, dan satu lingkungan, hanya saja berbeda RT. Hal yang bagus kalau ayah dan ibu adalah orang daerah, yang kalau lebaran, keluarga kita bisa merasakan mudik. Namun sayangnya, ayah dan ibu adalah orang Jakarta, yang menjadikan saya dan adik-adik tidak bisa merasakan macetnya tol cikampek, tol merak ataupun padatnya jalur pantura pada saat libur lebaran, juga tidak bisa merasakan suasana desa dengan dialog keluarga besar menggunakan bahasa daerah. Hahahaha tapi ini semua wajib disyukuri, ya.
Ayah saya termasuk orang yang keras dan galak, tapi suka sekali melawak. Sering ayah berakting menjadi tirex, loncat sana loncat sini. Menertawakan hal-hal yang tidak jelas, sampai menertawakan tingkah laku ikan yang ada di akuarium. Ohia, ayah juga suka duduk di depan akuarium hanya untuk melihat tumbuh kembang ikan-ikannya. Ya, walaupun terkadang harus berebutan tempat dengan saya.
Ayah itu penggemar sepakbola, ia adalah seorang kopites. Kamu tahu kopites? Itu lho, penggemar klub sepakbola Liverpool.
Ayah dulunya pemain sepakbola, saya suka menemani ayah bermain sepakbola di lapangan PSPT Tebet hingga lapangan pulomas sewaktu saya kecil. Sampai punya anak dua juga masih bermain bola, lalu saat lahir anak ketiga mulai beralih ke futsal. Karena katanya, kualitas larinya sudah menurun, faktor U alias umur. By the way, sedari dulu ayah bukanlah seorang perokok.
Ayah adalah orang yang melarang saya memelihara tokek/gecko, tetapi setelah saya memiliki gecko, ayah tidak marah, malah ia yang paling repot menyiapkan kandang yang ada terowongannya untuk gecko saya bermain, biar tidak bosan katanya.
Kalau ibu...
Ibu adalah orang tersabar di dunia. Tapi tidak sabar kalau menyuruh saya mencuci piring. Masakan ibu saya enak sekali, mungkin sama seperti masakan ibu kamu di lidah mu. Ibu juga suka ikan, suka pelihara ikan. Awal tahun sebelum pandemi, saya pergi berdua ke pasar ikan jatinegara untuk membeli ikan, banyak sekali ikan yang saya beli waktu itu.
Ibu saya bawel, sama seperti saya. Mungkin sama seperti ibu-ibu kebanyakan. Ibu saya itu ingatannya kuat, ini juga sepertinya menurun kepada saya. Ibu saya masih ingat siapa-siapa saja teman TK saya, sedangkan sekarang saya sudah ada di penghujung tahun perkuliahan.
Saya itu tipe anak yang selalu cerita sama orang tua, jadi tidak heran kalau ayah dan ibu saya hapal nama teman-teman saya mulai dari TK, SD, SMP, SMA hingga kuliah. Ibu itu orangnya suportif, tapi harus dengan alasan yang kuat, jadi butuh effort lebih untuk mengintervensinya. Kalau ayah lebih mudah... Sepertinya.
Ibu saya orangnya rame dan humble, OHIAAA ia juga suka melawak. Persis seperti ayah. Kalau saya bercerita dengan teman-teman saya, kadang respon mereka seperti ini;
"Ya kamu mah enak Ri, keluarga pelawak"
Hahahaha
Bahkan saya ingat, teman saya, Soffa, pernah bilang kalau ia bercita-cita kelak ingin menjadi ibu seperti ibu saya yang suka melawak :)
Kedua orang tua saya cukup suportif, apalagi kalau soal kuliah dan organisasi, ya dibebaskan saja, asal bertanggungjawab. Seperti kebanyakan orang tua di luar sana.
Saya cukupkan dulu, ya? Kalau mau kenal lebih dekat, boleh ke rumah, sekadar minum es jeruk dan opak dari sukabumi sambil ngobrol asik, ya mentok-mentok ngobrolin kelakuan saya yang masih begini-begini aja di usia 22, sih.
Comments
Post a Comment