Skip to main content

Isi Hati Ingin ke Rinjani


Di pagi hari pada pukul 08.00 tanggal 23 Oktober 2017, saya duduk sendirian di dalam perpustakaan kampus. Pagi ini saya mengambil jatah absen mata kuliah agroklimatologi karena ingin mengerjakan tugas mata kuliah etika dan hukum bisnis yang belum selesai dan akan dikumpulkan siang itu.

Karena bosan, saya membuka instagram dari laptop dan menemukan sebuah foto yang berlokasi di Danau Segara Anak. Saya stalking akun yang bernama @faizinfach itu lalu melihat foto demi foto serta caption pada masing-masing foto yang berhasil menyihir saya. Wah haha hiperbola sekali ya saya.

Pertama kali saya melihat foto itu, karena belum tahu, dalam hati saya berharap bahwa Danau Segara Anak ada di Indonesia, karena saya sangat ingin pergi ke sana. Mungkin kalau ada di luar negeri, peluangnya akan sedikit lebih kecil untuk ke sana, mungkin. Saya langsung membuka google dan mencari tahu di mana lokasi Danau Segara Anak, yap ternyata ada di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.






Jika saya ingin ke Danau Segara Anak, itu berarti saya harus mendaki Gunung Rinjani. Sejenak saya berpikir; apakah bisa?

Saya menggali informasi lagi dengan membaca-baca blog milik orang lain yang senantiasa menceritakan pengalamannya mendaki Gunung Rinjani. Bahkan ada yang pertama kali mendaki dan gunung itu adalah Gunung Rinjani, lho! Hebat kan?! Kalau dia bisa, saya pasti bisa!

By the way blog yang saya baca adalah blog milik Kak Gustaf. Silahkan klik jika ingin membaca juga.

Tidak lupa juga untuk mencari tahu berapa budget yang harus disiapkan untuk pergi ke lombok dan mendaki Si Rinjani kepada google, kakak sepupu dan teman saya yang hobi mendaki gunung.

Saatnya saya mengajak teman-teman yang sekiranya bisa dan mau membawa saya untuk mendaki Gunung Rinjani.

***

Pada tanggal 24 Oktober 2017 saya menanyakan via line kepada Kemal; teman saya yang sewaktu SMA menjabat sebagai wakil ketua ekstrakulikuler pecinta alam di sekolahnya. By the way, Kemal memanggil saya dengan sebutan Paul.

“Maaal, akhir 2018 atau awal 2019 ke rinjani yuuuk” kata ku.

“Yaudah ayoo Ulll”

“Coba ajak Rian sama Jaki” lanjut Kemal.

“Okedeh”

Wah, dengan jawaban tiga kata ‘yaudah ayo Ul’ dari seorang Kemal bisa membuat saya sedikit teriak. Saya sangat senang! Kalau ditanya; kenapa? Ya, karena Kemal sama sekali tidak underestimate saya. Saya itu lho, perempuan yang tidak pernah naik gunung sama sekali (gunung yang beneran gunung) tapi Kemal menjawab chat saya dengan jawaban itu. Thankyou, Kemal!

Pada tanggal 2 November 2017 saya memastikan lagi waktunya kepada Kemal, namun Kemal malah mengajak saya ke Semeru. Tapi lagi-lagi saya senang, karena Kemal masih tidak underestimate saya.

“Semeru dulu aja Ull”

Saya langsung bilang kepada Kemal kalau saya senang dia membalas pesan saya dengan mengajak mendaki Gunung Semeru, bukan mengajak ke Gunung Papandayan. Thankyou sekali lagi, Kemal!

Kemal mengajak saya ke Semeru karena masalah budget untuk ke Semeru lebih kecil daripada budget ke Rinjani. Tapi asal kalian tahu bahwa uang jajan Kemal perbulan itu banyak! Tapi ya, habis untuk membeli rokok.

***

Selanjutnya, pada tanggal 24 Oktober 2017 juga saya mengirim pesan kepada Riandi, panggil saja Rian.

“Yaaan”

“Yap?”

“Rinjani yuuuk 2018 wkwkwk” saya pakai ‘wkwkwk’ karena saya tidak percaya diri hahaha.

“Yukk, bayarin tapi ya” jawab Rian bercanda.

Setelah saling berbalas pesan disertai informasi mengenai perjalanan ke Gunung Rinjani, saya semakin mantap dan gembira. Yeay! By the way, Rian sudah pernah mendaki Gunung Rinjani.

“Lah ayooo gue mah” jawab Rian setelah berbalas pesan dengan saya.

Ah, rasanya senang sekali Rian menjawab seperti itu. Saya merasa, Rian seperti mempercayai saya. Terimakasih, Riandi!

***

Tanggal 30 Oktober 2017 saya mengajak Januar atau biasa dipanggil Jaki.

“Jaki”

“Apaaa”

“Ke Rinjani yukk nanti 2018”

“Ayuk” jawab Jaki.

Dengan jawaban satu kata itu saja sudah membuat saya senang. Saya mengajak ke Rinjani pada bulan Desember 2018, karena mengikuti jadwal libur Riandi. Namun Jaki bilang;

“Gausah nunggu Riandi” hahahaha. Walaupun ujung-ujungnya Jaki mengajak saya untuk mendaki ke Gunung Gede di minggu tersebut; katanya agar saya tidak kaget saat ke Rinjani dan sekalian latihan fisik.

“Jangan php yayaya” kata ku.

“Iyaaaa” jawab Jaki.

Thankyou, Jaki! Kita lihat ya nanti Si Jaki php atau tidak.

***

Dari ketiga itu saya mendapatkan jawaban yang memuaskan hati saya, terimakasih sekali lagi Kemal, Riandi, dan Jaki. Seorang Riva Aulia berbahagia membaca balasan pesan yang kalian kirimkan.

Setelah saya mengungkapkan keinginan saya untuk mendaki Gunung Rinjani, ada beberapa teman kuliah saya yang mendukung, namun ada juga yang tidak mendukung, dengan jawaban seperti;

“Ah kayak kuat aja lu”

“Yaelah Gede dulu aja”

"Gunung Batu noh di Jonggol, lo daki dulu aja"

Entah mereka underestimate saya karena saya belum pernah mendaki gunung sama sekali atau mereka perhatian, hm entahlah. Yang jelas keputusan dan tekad saya sudah bulat, sebulat kepalanya Arjen Robben.

***

Untuk teman-teman yang hobi, suka, gemar, ahli ataupun pro (you name it) dalam mendaki gunung; dukung dan beri semangat teman kalian yang ingin mencoba mendaki. Karena kalian tidak mengerti bahwa satu kata “ayuk” bisa membuat kami atau mereka, yang mempunyai keinginan itu semangat dalam menabung dan mewujudkan keinginannya. Beri kami kepercayaan kalian, karena itu sangat berarti! 

***

Saya itu anaknya tidak suka dan tidak pernah menabung, apalagi untuk jalan-jalan seperti itu. Yang terpenting bagi saya adalah perut kenyang. Saya tahu ini akan sulit, tapi saya sangat ingin mendaki Gunung Rinjani hingga ke puncaknya dan bermalam di pinggir Danau Segara Anak. Doakan saya yaaa; agar panjang umur, diberi kesehatan serta istiqamah dalam menabung!


-dari Riva yang in shaa Allah bisa mendaki Gunung Rinjani.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pertemuan Riva dan Rifki

Gunung Merbabu dengan pemandangan Gunung Merapi, 2022 dokumen milik pribadi Pertemuan pertama terjadi saat di perjalanan menuju puncak Gunung Merbabu di waktu subuh. Kami adalah pendaki asing yang tidak mengenal satu sama lain, namun karena hati baiknya, kita bisa saling mengenal, bahkan hingga sekarang. Saat itu kondisi trek menuju puncak Gunung Merbabu cukup licin, karena habis diguyur hujan besar semalaman, dan aku berdua dengan sepupuku tertinggal teman yang lain. "Duluan aja, Mas, kita jalannya lama." "Gapapa, Mba, jalan aja, di belakang udah gak ada pendaki lagi soalnya, masih jauh jaraknya ke pendaki yang lain." Dan setelah aku tengok ke belakang, memang iya, saat itu tersisa kami bertiga, jarak kami jauh dengan pendaki yang di depan, juga pendaki yang di belakang kami. Lalu aku dan si Mas baik ini saling melempar pertanyaan basic ala pendaki yang bertemu di perjalanan.  "Ikut open trip tigadewa, Mas?" "Iya, Mba. Mbanya juga tigadewa?" ...

Me vs My Mind

Memutuskan untuk menjalani hubungan dengan seseorang, berarti juga harus siap dengan segala perubahan sekecil apapun di dalam kehidupan. Aku, yang baru memulai hubungan di umur 24 tahun, masih terus beradaptasi sampai di bulan kesembilan hubungan. Belajar beradaptasi dengan diri sendiri, juga pasangan. Rasanya? Yaa, ternyata cukup membutuhkan energi yang besar. Masih bertanya-tanya, kenapa ya orang lain sanggup untuk memulai hubungan dengan lawan jenis bahkan sejak dari bangku sekolah? Kenapa kok setelah mereka mengakhiri hubungan, mereka bisa dengan mudahnya memulai hubungan kembali dengan orang yang baru? Gimana prosesnya? Dan sesulit apa? Menurutku memutuskan untuk memulai suatu hubungan perlu dipikirkan dengan matang-matang, dan di usia yang matang pula. Setiap hubungan pasti ada dinamika tersendiri; naik-turunnya perasaan, masalah kecil yang muncul silih berganti, timbulnya perasaan 'si paling' dalam hubungan, kurangnya timbal balik, belajar mengerti satu sama lain, melati...

Couldn't Ask For a Better Person

Pertemuan pertama setelah pendakian Gunung Merbabu; Juni 2022 Kiranya sudah satu tahun hubungan ini mengalir dan berlalu bersama ribuan cerita baik yang berkesan hingga hari ini. Hubungan yang aku jalani bersama lelakiku yang baik hatinya dan bijak pikirannya.   Setelah bertemu kamu, narasi doa ku kepada Sang Pencipta menjadi berbeda. Bukan lagi aku yang secara rinci menyebutkan kriteria pasangan keinginanku satu persatu yang menuntut banyak hal di dalamnya. Doaku kali ini hanya satu; meminta untuk semakin diyakinkan tanpa ragu, bahwa aku akan memilih kamu menjadi pasangan hidupku, hingga akhir hayatku. -- Satu tahun yang cukup mudah dan juga lelah untuk kami yang baru pertama kali menjalani suatu hubungan. Memang tidak dipungkiri bahwa hubungan ini memiliki komunikasi yang baik. Aku bisa dengan santai bercerita apapun hingga membicarakan hal-hal yang membuat hatiku tidak nyaman karenanya, dan yang terpenting ia bisa mengatasi segala kekhawatiran yang ada di dalam pikiranku. Sering...