Skip to main content

Kelak, Aku Akan...

Pada usia saat ini rasanya sangat diharuskan untuk menyusun visi dan misi hidup yang jelas, setiap harinya, setiap minggunya, setiap satu bulan, satu tahun, bahkan lima hingga sepuluh tahun ke depan. Sebetulnya sebagai manusia yang masih bernapas pada hari ini, seyogianya memiliki tujuan dan agenda hidup yang terorganisir, walaupun hanya mencuci piring di pagi hari, membuat kue di siang hari, kemudian menyiram tanaman di sore harinya.

Lingkaran pertemananku saat ini, bukan lagi kumpulan mahasiswa yang sibuk dengan kelas, tugas, maupun rapat organisasi, lebih dari itu, mengarah ke arah yang lebih serius. Ya, apalagi kalau bukan soal dunia kerja? Walaupun sampai saat aku menulis ini, aku masih bergulat dengan skripsiku.

Aku sedang ada di tahap memikirkan bagaimana masa depanku kelak, khawatir sedikit, namun tidak ingin meneruskan kekhawatian ini, karena sama saja dengan menyekutukan Allah, bukan? Masa iya khawatir sama kehidupan ini, yang jelas-jelas semua ini milik Allah. Tinggal berdo'a dan berupaya untuk aktualisasi diri, alias ikhtiar dan tawakal.

Ah iya, soal dunia kerja.. Apa kalian memiliki cita-cita? Apa kalian pernah atau sering membayangkan kelak kalian akan menjadi manusia yang seperti apa dan dengan rutinitas yang bagaimana?

Kalau aku.. Jujur aku tidak pernah membayangkan diriku kerja sebagai orang kantoran di gedung pencakar langit di daerah SCBD. Aku juga tidak pernah membayangkan diriku memakai seragam coklat PNS. Tahu apa cita-citaku sedari aku masih duduk di bangku sekolah dasar? Aku ingin menjadi pengusaha sukses di bidang perikanan. Itu yang selalu aku tulis di kertas binder biodataku.

Bukan bermaksud untuk mendiskreditkan pekerjaan lain, namun itu 'bukan aku banget'. Aku ingin menjadi perempuan berdaya, berdaya guna. Ingin menjadi seorang ibu rumah tangga penuh waktu yang tidak pernah melewatkan fase tumbuh kembang anakku nanti. Aku juga tidak mau jika anakku diurus oleh orang selain aku. Oh, aku juga ingin mandiri secara finansial.

Sepertinya pilihan menjadi wanita karir di kantoran atau menjadi PNS tidak bisa mendukung cita-citaku itu. Mereka justru akan menjadi penghalang. Bagaimana tidak? Kerja dari pagi hingga sore hari, belum lagi kalau lembur, belum lagi kalau ada meeting mendadak, ataupun acara di tempat kerja lainnya. Tidak fleksibel, bukan? Bagaimana aku bisa melihat masa di mana anakku pertama kali tengkurap, pertama kali berbicara, juga melangkah, kalau waktuku saja tersita untuk pekerjaan? Aku membutuhkan pekerjaan dengan fleksibilitas yang tinggi.

Kalian tahu aku selalu membayangkan diriku seperti apa nantinya?

Aku membayangkan, aku memiliki lahan yang luas di area sekitar rumahku untuk budidaya ikan ataupun lobster, yang setiap pagi dan sore hari selalu berkunjung ke kolam untuk memberi makan mereka, bersama dengan anakku. By the way, aku nulis ini ketawa. Hahahaha. Eh iya, tidak lupa juga untuk mengeksplorasi berbagai resep kue di siang harinya. Sounds gewddd.

Aku itu anaknya lapangan banget, butuh ruang yang luas untuk aku bergerak juga menghirup udara bebas. Aku juga suka anak kecil, jadi wajar kalau khayalanku semacam ini.

Nah, dengan begitu kan aku bisa memiliki banyak waktu di rumah menjadi ibu rumah tangga, mengurus suami dan anak, juga bisa mandiri secara finansial.

Sepertinya segitu dulu aja untuk cuap-cuap khayalanku. Perlu diingat bahwa ini ditulis pada saat aku masih sendiri dan idealismeku masih setinggi Burj Khalifa. Ya aku berharap semoga idealismeku ini terus terjaga sampai aku mati. Do'akan juga ya semoga cita-citaku ini segera menjadi nyata. Kudo'akan kamu juga, semoga cita-citamu segera terwujud, ya!

Salam sayang, Riva.

Comments

Popular posts from this blog

Pertemuan Riva dan Rifki

Gunung Merbabu dengan pemandangan Gunung Merapi, 2022 dokumen milik pribadi Pertemuan pertama terjadi saat di perjalanan menuju puncak Gunung Merbabu di waktu subuh. Kami adalah pendaki asing yang tidak mengenal satu sama lain, namun karena hati baiknya, kita bisa saling mengenal, bahkan hingga sekarang. Saat itu kondisi trek menuju puncak Gunung Merbabu cukup licin, karena habis diguyur hujan besar semalaman, dan aku berdua dengan sepupuku tertinggal teman yang lain. "Duluan aja, Mas, kita jalannya lama." "Gapapa, Mba, jalan aja, di belakang udah gak ada pendaki lagi soalnya, masih jauh jaraknya ke pendaki yang lain." Dan setelah aku tengok ke belakang, memang iya, saat itu tersisa kami bertiga, jarak kami jauh dengan pendaki yang di depan, juga pendaki yang di belakang kami. Lalu aku dan si Mas baik ini saling melempar pertanyaan basic ala pendaki yang bertemu di perjalanan.  "Ikut open trip tigadewa, Mas?" "Iya, Mba. Mbanya juga tigadewa?" ...

Me vs My Mind

Memutuskan untuk menjalani hubungan dengan seseorang, berarti juga harus siap dengan segala perubahan sekecil apapun di dalam kehidupan. Aku, yang baru memulai hubungan di umur 24 tahun, masih terus beradaptasi sampai di bulan kesembilan hubungan. Belajar beradaptasi dengan diri sendiri, juga pasangan. Rasanya? Yaa, ternyata cukup membutuhkan energi yang besar. Masih bertanya-tanya, kenapa ya orang lain sanggup untuk memulai hubungan dengan lawan jenis bahkan sejak dari bangku sekolah? Kenapa kok setelah mereka mengakhiri hubungan, mereka bisa dengan mudahnya memulai hubungan kembali dengan orang yang baru? Gimana prosesnya? Dan sesulit apa? Menurutku memutuskan untuk memulai suatu hubungan perlu dipikirkan dengan matang-matang, dan di usia yang matang pula. Setiap hubungan pasti ada dinamika tersendiri; naik-turunnya perasaan, masalah kecil yang muncul silih berganti, timbulnya perasaan 'si paling' dalam hubungan, kurangnya timbal balik, belajar mengerti satu sama lain, melati...

Couldn't Ask For a Better Person

Pertemuan pertama setelah pendakian Gunung Merbabu; Juni 2022 Kiranya sudah satu tahun hubungan ini mengalir dan berlalu bersama ribuan cerita baik yang berkesan hingga hari ini. Hubungan yang aku jalani bersama lelakiku yang baik hatinya dan bijak pikirannya.   Setelah bertemu kamu, narasi doa ku kepada Sang Pencipta menjadi berbeda. Bukan lagi aku yang secara rinci menyebutkan kriteria pasangan keinginanku satu persatu yang menuntut banyak hal di dalamnya. Doaku kali ini hanya satu; meminta untuk semakin diyakinkan tanpa ragu, bahwa aku akan memilih kamu menjadi pasangan hidupku, hingga akhir hayatku. -- Satu tahun yang cukup mudah dan juga lelah untuk kami yang baru pertama kali menjalani suatu hubungan. Memang tidak dipungkiri bahwa hubungan ini memiliki komunikasi yang baik. Aku bisa dengan santai bercerita apapun hingga membicarakan hal-hal yang membuat hatiku tidak nyaman karenanya, dan yang terpenting ia bisa mengatasi segala kekhawatiran yang ada di dalam pikiranku. Sering...