Kala itu di 21 Oktober tahun lalu, ada agenda yang mungkin harus dituntaskan oleh para mahasiswa, yakni aksi di depan Istana Negara. Aksi dengan hashtag #KawalDariAwal yang mulai diramaikan di media sosial pada siang hari sekaligus membersamai pelantikan Presiden Indonesia.
Tak ada yang spesial siang itu, hanya melihat Fathur - Ketua BEM UGM yang sedang ramai diperbincangkan naik ke atas mobil komando untuk menyampaikan orasinya. Ada pemandangan berbeda yang aku tangkap ketika Fathur berada di atas mobil komando, yaitu pemandangan para mahasiswi yang siap dengan ponselnya untuk merekam Fathur saat orasi. Kenapa berbeda? Karena disaat orator yang lain menyampaikan orasi, yang dengan sukarela untuk merekamnya hanya sedikit orang hahahaha. Oh iya, di sini aku bukan ingin membicarakan Fathur, ya.
Masih teringat jelas di ingatan ku siapa-siapa saja yang orasi pada hari itu dan kampus mana saja yang hadir saat itu. Bahkan masa aksi Universitas Trisakti hadir dengan dua atau tiga mobil komando. Kamu tau mobil komando? Itu lho, mobil bak yang sudah lengkap dengan genset, speaker dan toa. Tujuannya sih, biar target aksi kita alias pemerintah itu dengar suara rakyatnya, tapi nyatanya sampai hari ini belum didengar juga.
Aksi berjalan seperti biasanya. Saat waktu maghrib tiba, aku berjalan bersama teman-teman ke Masjid Bank Indonesia untuk menunaikan sholat maghrib, sekaligus menunggu waktu isya. Udara malam itu seolah ada di pihak masa aksi, di mana angin semilir hadir untuk memeluk masa aksi yang sedang bercucuran keringat. Syahdu.
Usai sholat isya, aku berjalan menuju pintu monas barat daya, pintu di sebrang gedung Indosat Ooredo, di mana ada teman-teman ku yang lain menunggu di sana.
Aku berdiri sambil bersandar di pembatas jalan, tentu sambil mengobrol santai bersama teman ku Marwah dan Refi. Menceritakan ulang bagaimana aksi hari ini berjalan.
Disaat itu juga, ada 'dia' yang datang menghampiri, menyapa lebih dulu kemudian disusul dengan pertanyaan basa-basi yang seingat saya, dia selalu membuka pembicaraan dengan pertanyaan ini.
Tapi tak apa, aku cukup bahagia. Mengingat dia mau menyapa lebih dulu saja, saya sudah senang.
Ya, itu, pembatas jalan berwarna-warni yang ada di belakang ku itu, kamu pernah menyapaku lebih dulu, lalu kita mengobrol sebentar, saling melontarkan pertanyaan basa-basi yang sepertinya memang sudah basi, tapi jujur tidak ingin ku usaikan. Sampai pada akhirnya temanku datang, dan ya, selesai. Monas dan Jalan Medan Merdeka Selatan menjadi saksi bisu adanya interaksi antara kita berdua di saat itu.
Bekasi, 4 Juli 2020
02.48 AM
Comments
Post a Comment